Jakarta, 14 Desember 2018. Pemerintahan Terbuka, bukanlah Pemerintahan yang hanya fokus pada pengembangan aplikasi berbasis teknologi informasi. Pernyataan ini merupakan salah satu refleksi dari hasil diskusi dalam agenda Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil untuk Pemerintahan Terbuka, yang diadakan pada 12-13 Desember 2018 yang lalu.

Pertemuan ini merupakan pertemuan rutin ke-3, yang diadakan setiap 2 (dua) tahun, sejak Indonesia menjadi anggota Open Government Partnership (OGP) 7 (tujuh) tahun yang lalu. Sebagai inisiatif yang lahir pada era teknologi informasi, inisiatif Pemerintahan Terbuka seringkali dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aplikasi yang diklaim dapat “mempermudah” komunikasi antara Pemerintah dengan rakyatnya. Aplikasi ini dianggap mewakili prinsip “inovatif” dalam Open Government.

Dalam berbagai forum, inovasi yang diunggulkan sebagai perwakilan dari inisiatif Open Government Partnership antara lain Lapor (aplikasi di bidang pengaduan), portal Satu Data (situs kompilasi data Indonesia), kebijakan Satu Peta (kebijakan kompilasi dan integrasi peta Indonesia)[1], dan yang terakhir terkait dengan Open Parliament, yang ditandai dengan dikembangkannya aplikasi DPR Now (aplikasi komunikasi antara DPR dengan rakyat).

Setali tiga uang dengan inisiatif tersebut, Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah juga berlomba-lomba melahirkan aplikasi-aplikasi berbasis teknologi informasi lainnya. Sebut saja layanan pengaduan lingkungan (dalam situs resmi http://pengaduan.menlhk.go.id/, dilengkapi dengan aplikasi mobile Gakkum KLHK), aplikasi pengaduan Kemendagri (https://sapa.kemendagri.go.id/), aplikasi pengaduan pelanggaran etik pengadilan (https://siwas.mahkamahagung.go.id/), dan berbagai aplikasi sejenis.

Apakah ada yang salah dengan aplikasi-aplikasi tersebut? Tidak! Jika dan hanya jika, aplikasi tersebut tidak dijadikan satu-satunya sarana untuk menjaring berbagai masukan dari masyarakat termasuk sarana berkomunikasi dengan masyarakat di seluruh pelosok Indonesia.

Pemerintah perlu mengingat bahwa dari segi geografis, Indonesia adalah negara kepulauan dengan berbagai ragam pekerjaan masyarakat mulai dari nelayan, petani, buruh, dan karyawan baik pegawai negeri maupun swasta. Tidak seluruh daerah memiliki jaringan internet yang stabil, bahkan ada yang belum terjangkau listrik sama sekali,[2] apalagi jaringan internet.[3] Bagaimana mungkin aspirasi masyarakat di daerah tersebut dapat diperoleh melalui aplikasi berbasis teknologi informasi?

Kemitraan Pemerintahan Terbuka harusnya tetap dapat menggunakan ruang rembug warga untuk menyaring partisipasi masyarakat, pengumuman di papan informasi di desa-desa, atau inovasi lain disesuaikan dengan kondisi wilayah dan latar belakang pendidikan dan pekerjaan masyarakat di wilayah tertentu. Kemitraan Pemerintahan Terbuka adalah tentang prinsip yang harus diaplikasikan, bukan semata-mata tentang alat atau teknologi yang digunakan. (Astrid)


[1] https://www.opengovindonesia.org/about/1/open-government-indonesia

[2] https://finance.detik.com/energi/d-4178856/saat-arcandra-ditagih-terangi-151-desa-yang-belum-dapat-listrik, http://ebtke.esdm.go.id/post/2018/04/27/1945/menuju.rasio.elektrifikasi.99.persen.pada.2019.

[3] https://kominfo.go.id/content/detail/11556/60-persen-desa-di-indonesia-sudah-tersentuh-tik/0/sorotan_media