Pada tahun 2016 Indonesia menerbitkan dokumen Nationally Determined Contribution (NDC Indonesia) sebagai tindak lanjut komitmen pada Paris Agreement.[1] Melalui dokumen NDC, Indonesia menjabarkan komitmen serta upayanya dalam rangka penurunan emisi melalui serangkaian aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.[2] Pada sektor kehutanan, kebijakan penurunan emisi gas rumah kaca dijalankan dengan mengedepankan konsep pengelolaan hutan berbasis masyarakat, salah satunya melalui program perhutanan sosial.[3]

Pada NDC Indonesia, perhutanan sosial ditempatkan sebagai salah satu upaya mitigasi perubahan iklim melalui pengelolaan hutan berkelanjutan.[4] Usaha pelibatan partisipasi aktif masyarakat dari masyarakat lokal, usaha kecil dan menegah, serta organisasi masyarakat sipil melalui perhutanan sosial membuka era baru penggalakan kebijakan perubahan iklim dengan metode bottom-up di Indonesia. Dilansir dari publikasi Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (Ditjen PPI), perhutanan sosial ditempatkan sebagai komponen aksi serta indikator dari aksi mitigasi di sektor kehutanan.[5] Harapannya, melalui perhutanan sosial, terjadi peningkatan luas lahan area untuk ditanami dengan jenis tanaman tahunan dan berkayu yang dapat dihitung kontribusinya dalam penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia dari sektor kehutanan.[6]

Sayangnya, obyektif tersebut belum didukung oleh aturan yang akomodatif untuk menjadikan perhutanan sosial sejalan dengan target perubahan iklim yang ditetapkan. Peraturan Menteri LHK Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial sebagai tonggak unifikasi pengaturan mengenai perhutanan sosial di Indonesia, belum secara jelas menghubungkan kontribusi antara program perhutanan sosial yang dibangun dengan upaya kontribusinya pada komitmen penurunan emisi gas rumah kaca. Hal ini juga terlhat dari rangkaian peraturan turunannya. Pertama, Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor P.3/PSKL/SET/KUM.1/4/2016 Tentang Pedoman Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial. Peraturan ini menjabarkan bahwa fasilitasi pengembangan usaha perhutanan sosial untuk dapat menjadi Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) meliputi potensi pengembangan usaha, lembaga pendamping, lembaga pembiayaan, serta pemasaran hasil usaha saja, tanpa memasukan unsur pertimbangan komponen pencapaian reduksi gas rumah kaca atau pemenuhan komitmen target perubahan iklim didalamnya.[7]

Corak sejalan juga dapat ditemui melalui Peraturan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor P.2/PSKL/SET/KUM.1/2018 tentang Pedoman Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial. Melalui peraturan ini diatur sejumlah kriteria penilaian kemampuan KUPS yang diorientasikan pada perkembangan unit usaha berdasarkan kemampuan pemasaran, menarik wisatawan, hingga memiliki akses modal.[8]  Sehingga penerjemahan tindak lanjut dari konsep perhutanan sosial yang dicanangkan sangat berorientasi pada aspek perekonomian semata dan cenderung mengabaikan koherensi program dengan target komitmen perubahan iklim yang ditetapkan. Konsep peraturan yang ditetapkan, berorientasi pada seberapa besar unit-unit yang dibangun di bawah skema perhutanan sosial mampu berkontribusi terhadap peningkatan produktivitas nilai produksi. Apalagi prioritas dana desa untuk perhutanan sosial hanya diarahkan pada pengelolaan produksi usaha pertanian untuk pengembangan dan pengelolaan usaha dan produk unggulan, sehingga tidak menempatkan ragam usaha masyarakat dalam upaya peningkatan serapan karbon sebagai usaha yang mendapatkan sumbangsih prioritas dana desa.[9]

Terlebih berdasarkan Laporan Verifikasi Tahun 2018 yang dibentuk oleh Direktorat Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, metode perhitungan emisi gas rumah kaca Indonesia masih belum mengakomodasi perhitungan emisi dan serapan menggunakan persamaan yang paling rinci dengan pendekatan modelling faktor emisi lokal yang divariasikan dengan keberagaman kondisi yang senyatanya ada, sehingga menghasilkan perhitungan dengan tingkat kesalahan terendah.[10] Artinya, hingga saat ini kontribusi serapan emisi dari rangkaian program kehutanan berbasis masyarakat belum dapat dihitung sebagai capaian sumbangsih serapan emisi gas rumah kaca nasional. Padahal dengan mempertimbangkan target luasan izin perhutanan sosial yang diberikan, diperkirakan bahwa program tersebut dapat berkontribusi hingga 34.6% dari total target NDC Indonesia.[11]

Berangkat dari paparan diatas, diperlukan langkah konkret bagi pemerintah untuk kembali menavigasi arah perkembangan program perhutanan sosial untuk dapat berkontribusi pada komitmen target pengendalian emisi gas rumah kaca. Arah kebijakan ini juga harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah, utamanya Direktorat Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi dengan mengakomodasi metode perhitungan yang mampu mengakomodasi perhitungan kontribusi penurunan emisi gas rumah kaca melalui perhutanan sosial. (Chenny)

[1] United Nations Climate Change, “Indonesia Submits its Climate Action Plan Ahead of 2015 Paris Agreement”, 24 September 2015, unfccc.int/news/indonesia-submits-its-climate-actionplan-ahead-of-2015-paris-agreement, diakses pada 27 November 2020.

[2] Pasal 4 Paris Agreement.

[3] Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, “Perhutanan Sosial Menjadi Fokus Aksi Mitigasi Perubahan Iklim di Sumatera Barat”, 23 November 2018, https://www.menlhk.go.id/site/single_post/1651, diakses pada 30 November 2020.

[4] First Nationally Determined Contribution Indonesia, hlm.3.

[5] Pedoman Penentuan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim, hlm. 57-65.

[6] Ibid., hlm. 63.

[7] Pasal 5 Perdirjen 3/2016

[8] Pasal 9 ayat (2) Perdirjen 2/2018

[9] Lampiran I Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2017 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2018

[10] Direktorat Jenderal Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan MPV, 2018, Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan Verifikasi Tahun 2018, (Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), hlm 8-127

[11] Setyorini, “Potensi Penurunan Emisi dari Perhutanan Sosial 34.6% Target NDC”, antaranews.com/berita/1149224/potensi-penurunan-emisi-dari-perhutanan-sosial-346-persen-target-ndc, diakses pada 30 November 2020.