Baru saja Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengesahkan Peraturan Menteri PU No. 6 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 27/PRT/M/2015 tentang Bendungan. Hal yang menarik adalah dalam peraturan ini, Menteri PU menambahkan satu kegiatan yang diperbolehkan untuk pemanfaatan ruang pada daerah genangan waduk, yakni untuk pembangkit listrik tenaga surya terapung. Hal ini menjadi salah satu angin segar untuk pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Untuk mencapai target 23% pengembangan energi terbarukan di Indonesia, memang terobosan dari sisi regulasi perlu untuk dilakukan. Peraturan ini merupakan salah satunya. Sekalipun begitu, terdapat rambu-rambu agar pengembangan pembangkit listrik tenaga surya terapung ini tidak menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan.

PermenPU No. 6 Tahun 2020: Rezim Baru Pengembangan PLTS

Hal penting yang diatur dalam Permen PU No. 6 Tahun 2020 adalah penambahan satu kegiatan yang dapat memanfaatkan ruang pada daerah genangan waduk, yakni pembangkit listrik tenaga surya terapung. Sebelumnya, kegiatan yang diperbolehkan hanyalah kegiatan pariwisata, kegiatan olahraga, serta budi daya perikanan.[1] Adapun pemanfaatan ruang pada daerah genangan waduk tersebut perlu untuk memperhatikan keamanan bendungan, fungsi waduk, kondisi sosial, ekonomi, dan budaya setiap daerah, serta daya rusak air.[2] Selain itu, terkhusus untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga surya terapung, pemanfaatan ruang perlu untuk memperhatikan:

  • Letak dan desain pembangkit listrik tenaga surya terapung harus mendukung pengelolaan kualitas air;
  • Luas permukaan daerah genangan waduk yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga surya terapung paling tinggi 5% (lima persen) dari luas permukaan genangan waduk pada muka air normal; dan
  • Tata letak pembangkit listrik tenaga surya terapung tidak mengganggu fungsi dari bangunan pelimpah dan bangunan pengambilan (intake) serta memperhatikan jalur pengukuran batimetri waduk [3]

Lebih lanjut, Peraturan ini juga menjelaskan bahwa pemanfaatan ruang pada daerah genangan waduk tersebut dilakukan berdasarkan izin dari Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota yang bersangkutan dengan rekomendasi dari unit pelaksana teknis yang membidangi sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan.[4] Adapun yang dimaksud dengan izin disini merujuk kepada Izin penggunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air. Secara lebih khusus, izin yang dimaksud adalah Izin Penggunaan Sumber Daya Air untuk Kebutuhan Usaha.[5]

PLTS Terapung dan Pengelolaan dan Perlindungan Kualitas Air

Sekalipun Permen PU No. 6 Tahun 2020 merupakan peraturan yang membawa angin segar bagi perkembangan energi terbarukan di Indonesia, namun tetap terdapat rambu-rambu yang perlu diperhatikan oleh pelaku usaha. Memang dampak jangka panjang terhadap lingkungan dari pengembangan PLTS Terapung ini belum banyak yang mengkaji (mengingat pengembangan PLTS Terapung relatif baru), namun salah satu dampak yang sudah mulai menjadi fokus adalah dampak terhadap ekosistem akuatik (baik flora maupun fauna) serta kualitas air. World Bank (2019) telah mengidentifikasi bahwa permasalahan terhadap kualitas air yang mungkin terjadi meliputi: (a) berpotensi mengurangi arus air di sekitar PLTS Terapung dan berkontribusi terhadap meningkatnya sedimentasi di area sekitar; (b) penggunaan bahan-bahan yang digunakan untuk mencuci instalasi PLTS Terapung dalam tahap maintenance; (c) Perubahan pada stratifikasi suhu pada kolom air dan kadar oksigen dalam air karena muka air tertutup oleh PLTS Terapung serta meningkatnya panas yang dihasilkan oleh instalasi PLTS Terapung.[6]

Selain itu, dampak ini sebenarnya juga sangat bergantung pada berbagai faktor, misalnya kondisi geografi, cuaca, luasan badan air, luasan badan air yang digunakan untuk PLTS Terapung, kuantitas sumber daya air, serta material yang digunakan dalam pengembangan PLTS Terapung.[7] Melihat hal ini, nampaknya ketentuan dalam Permen PU No. 6 Tahun 2020 yang menyatakan bahwa luas permukaan daerah genangan waduk yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga surya terapung paling tinggi 5%, diperuntukkan untuk melindungi ekosistem akuatik serta kualitas air tersebut. Tidak hanya itu, melihat dampaknya kepada kualitas air, maka diperlukan pemantauan secara berkala terhadap beberapa parameter yang akibat dari pengembangan PLTS Terapung ini dapat berpengaruh terhadap kriteria mutu air tersebut. Beberapa aspek tersebut meliputi: a) Suhu air pada berbagai tingkatan kolom air; b) pH; c) Dissolved Oxygen (DO); d) Total Suspended Solids (TSS); e) Chemical Oxygen Demand (COD); f) Biochemical Oxygen Demand (BOD); g) Algal Concentration; dan h) Chlorophyll-a.[8]

Koordinasi Antar Instansi Untuk Pengelolaan PLTS Terapung yang Berkelanjutan

Melihat tingginya urgensi untuk transisi energi ke energi terbarukan, pada dasarnya pengembangan PLTS Terapung ini perlu untuk didorong. Sekalipun begitu, perlu untuk diperhatikan bagaimana dampak terhadap pengembangan energi terbarukan tersebut agar dapat tetap menjaga kelestarian lingkungan. Berkaitan dengan adanya kebutuhan PLTS Terapung, oleh karena itu penting untuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mulai mempercepat penetapan daya tampung beban pencemaran air untuk waduk, yang selama ini banyak menjadi pekerjaan rumah.[9] Perlu adanya koordinasi dengan Kementerian PU serta Kementerian ESDM untuk mulai memprioritaskan waduk atau bendungan mana saja yang akan digunakan untuk pengembangan PLTS Terapung ini ke depannya. Adapun hingga saat ini rencana yang telah berjalan adalah pengembangan PLTS Terapung Cirata 145 MW yang disinyalir merupakan PLTS terbesar di Asia Tenggara.[10]

Selain itu, nantinya ketika PLTS Terapung ini telah berjalan, koordinasi lintas instansi juga dibutuhkan dalam hal pengawasan kepatuhan dari pelaku usaha serta penerapan sanksi sebagai tindak lanjut pengawasan. Instansi yang bertanggung jawab ini akan bergantung pada kewenangan izin. Dalam hal pengawasan kepatuhan untuk kualitas air sendiri dan pemberian sanksi terhadap pelaku usaha yang tidak sesuai dengan ketentuan, pada dasarnya dapat dilakukan melalui pintu masuk:

  • Izin Lingkungan, yang akan dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup sesuai kewenangannya
  • Izin Penggunaan Sumber Air untuk kegiatan Usaha, yang dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan sumber daya air. Hal ini karena pemberi izin memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya air, yang salah satunya mencakup daya rusak air. Adapun isu terkait perubahan sifat dan kandungan kimiawi, biologi, dan fisika air termasuk dalam daya rusak air.[11]
  • Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, yang dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang energi dan sumber daya mineral. Hal ini karena dalam melakukan pengawasan terhadap usaha ketenagalistrikan, baik KESDM maupun Dinas ESDM memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi administrasi apabila pelaku usaha tidak menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.[12]

Pada akhirnya, pengembangan PLTS Terapung ini tentu tidak hanya diharapkan dapat menjadi sumber energi yang ramah lingkungan, namun juga diharapkan dapat menjadi sumber energi terbarukan yang berkelanjutan yang dalam penerapannya tetap memelihara kelestarian lingkungan.

[1] Peraturan Menteri PU No. 6 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 27/PRT/M/2015 tentang Bendungan, ps. 105 ayat (3)

[2] Ibid., ps. 105 ayat (5)

[3] Ibid., ps. 105 ayat (6)

[4] Ibid., ps. 105 ayat (8)

[5] Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, ps. 46

[6] World Bank Group, “Where Sun Meets Water: Floating Solar Handbook for Practitioners”, (World Bank: Washington, 2019), hlm. 75-76

[7] Ibid., hlm. 72

[8] Ibid., hlm. 76

[9] Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2009 tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air Dana dan/atau Waduk

[10] PLTS Terapung di Waduk Cirata Siap Di Eksekusi https://ekonomi.bisnis.com/read/20200112/44/1189346/plts-terapung-di-waduk-cirata-siap-dieksekusi

[11] UU No. 17 Tahun 2019, penjelasan ps. 35 ayat (3)

[12] Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, ps. 48