Jakarta – Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) meluncurkan laporan hasil investigasi terkait praktik perdagangan sampah di Indonesia. Dari laporan yang dikeluarkan oleh AZWI terdapat 43 negara mengimpor sampah ke Jawa Timur, antara lain Amerika Serikat, Italia, Inggris, Korea Selatan, Australia, Singapura dan Kanada.
“Dari hasil investigasi yang dilakukan oleh Ecoton, pada 2018 volume impor kertas bekas sebesar 739 ribu ton atau naik dibanding 2017 yang sebesar 546 ribu untuk bahan baku pabrik kertas di Jawa Timur. Dari impor kertas bekas tersebut terdapat beberapa sampah plastik yang diselundupkan didalam sampah kertas yang dikirim ke Jawa Timur. Dari lima perusahaan yang lakukan peninjauan, kami menemukan sejumlah sampah plastik berkisar 10 persen sampai 30 persen,” ujar Direktur Eksekutif Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) Prigi Arisandi saat ditemui dalam acara Report Launch & Film Screening “Perdagangan Sampah Plastik” di Kantor Eksekutif Nasional WALHI, Selasa (25/06/2019).
Dalam data yang disampaikan oleh AZWI Indonesia mengimpor sekitar 124.000 ton limbah plastik (diakui sebagai sisa, reja, dan skrap plastik) pada tahun 2013. Jumlah ini meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2018 menjadi sekitar 283.000 ton. Volume transaksi ini merupakan titik tertinggi impor Indonesia selama 10 tahun terakhir berdasarkan data BPS dan UN Comtrade. Data BPS menunjukkan peningkatan impor sebesar 141% namun angka ekspor menurun 48% (sekitar 98.500 ton). Angka ini menandakan ada sekitar 184.700 ton sampah plastik yang masih ada di Indonesia, yang tidak diketahui nasibnya apakah didaur ulang semua menjadi pellet atau jadi produk baru di luar beban timbulan sampah plastik domestik sekitar 9 juta ton.
Sementara itu Yuyun Ismawati dari Bali Fokus mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo harus segera menghentikan impor sampah karena sejak tahun 2015 para peneliti mendapati bahwa Indonesia merupakan negara kedua pencemar laut dunia setelah China. “Sejak China menyatakan akan memperketat impor sampah plastik yang dikenal sebagai kebijakan “National Sword” membuat perdagangan sampah, khususnya sampah plastik di seluruh dunia menjadi terguncang. Padahal selama 1988-2016, China menyerap sekitar 45,1 persen sampah plastik dunia dan bisa saja Indonesia akan menjadi negara pencemar laut nomor satu didunia.”
“Walaupun sedari awal negara-negara ASEAN lain telah menjadi negara pendaur ulang limbah plastik (sekitar 3% sisa reja dan skrap plastik global) dan mengirimkan kembali 5% untuk di ekspor ke pasar global. Namun dengan pengetatan regulasi impor di China, beban daur ulang dan pengelolaan sampah di negara lain menjadi jauh lebih berat,” ujar Yuyun kembali.
Masih didalam pertemuan yang sama, Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup ICEL Margaretha Quina memaparkan bahwa pada prinsipnya impor sampah maupun impor limbah dilarang dalam Undang-Undang, namun terdapat kompleksitas definisi dalam menilai apakah suatu komoditas kualifikasinya sampah atau limbah. Dan kalau limbah biasanya dikecualikan dari larangan impor atau tidak. Ini yang memberi ruang bagi modus-modus seperti yang terjadi di Jawa Timur tersebut.
Dari kertas kebijakan yang dikeluarkan oleh ICEL terkait pengelolaan sampah, ICEL menawarkan opsi kebijakan yakni: Mengoptimalkan Ketentuan Hukum yang Telah Ada untuk Pengawasan dan Penegakan Hukum atas Persetujuan Impor Limbah Non-B3; Mengoptimalkan Ketentuan Hukum yang Telah Ada untuk Persetujuan Izin Limbah non-B3; Perbaikan Definisi: “Sampah,” “Limbah,” “Limbah Berbahaya” untuk Mempermudah Verifikasi; Penyesuaian Permendag 31/2016 sesuai dengan Perubahan Konvensi Basel; Pemidanaan Terarah untuk Kejahatan Impor Limbah B3 dan Pelanggaran Impor Sampah.
Senada dengan yang disampaikan oleh Margaretha Quina, Direktur Eksekutif Nasional WALHI Nurhidayati meminta pemerintah untuk segera memperketat regulasi mengenai pengelolaan sampah, termasuk sampah impor dan memperbaiki pengelolaan sampah sehingga dapat diolah kembali secara ekonomis. Pemerintah daerah dan pusat harus segera mengeluarkan aturan untuk menghentikan produksi plastik kemasan sekali pakai. “Hal ini untuk mengurangi produksi sampah plastik. Perusahaan-perusahaan pengimpor limbah yang ternyata tidak sesuai dengan peraturan, itu harus segera dilakukan tindakan hukum. Cabut izin impornya. Itu merupakan suatu tindakan yang menunjukkan ketegasan kalau memang pemerintah Indonesia tidak mau dijadikan penadah sampah kotor dan sampah ilegal,” ujar Yaya kembali. (Dona)
—————
Azwi (Alianzi Zero Waste Indonesia) adalah kumpulan organisasi yang bekerja untuk mendorong implementasi konsep zero waste secara benar dengan program dan inisiatif yang mendukung konsep hirarki pengelolaan sampah , daur hidup material, serta produksi dan konsumsi yang berkelanjutan. AZWI digagas oleh BaliFokus/Nexus3 Foundation, Perkumpulan YPBB, Perkumpulan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, WAHI Nasional, Greenpeace Indonesia, ICEL, Yayasan Ecoton, Komunitas Nol Sampah, PPLH Bali.