Mendaki gunung saat ini telah menjadi kegiatan yang populer di kalangan anak muda. Bahkan sebagian menganggapnya sebagai gaya hidup yang sehat dengan turut mempromosikan gerakan kembali ke alam. Namun, tahukah kamu bahwa hampir seluruh gunung yang ada di Indonesia adalah kawasan konservasi yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan? Mengapa demikian?
Salah satu jawabannya adalah karena fungsi gunung sangat penting untuk menyangga ekosistem dan kehidupan yang ada di sekitarnya. Sekitar seperempat dari total daratan yang tersedia di bumi berbentuk gunung dan pegunungan. Sekitar seperempatnya tanaman dan satwa liar yang ada di bumi juga ada terdapat di gunung dan pegunungan. Dari gunung pula kita dapat menemukan sekitar 70% cadangan air tawar dunia yang berasal dari mata air yang nantinya mengalir ke sungai-sungai. Sebagian besar gunung pun ditutupi oleh hutan lebat yang berfungsi sebagai penghasil oksigen, mencegah terjadinya longsor, menyaring air tanah, sumber daya keanekaragaman hayati, hingga menjadi perosot karbon.
Pada tahun 2002 yang lalu, PBB menetapkan tanggal 11 Desember sebagai hari gunung internasional. Sebenarnya ide tentang pentingnya gunung dan konservasinya sudah dimulai sejak adanya Agenda 21 United Nations Conference on Environment & Development yang diadakan di Rio De Janeiro, Brazil, 3-14 Juni 1992, yang pada Bab 13-nya menggarisbawahi pentingnya pengelolaan ekosistem pegunungan yang berkelanjutan.
Status Kawasan Gunung-Gunung di Indonesia
Gunung di Indonesia termasuk dalam kawasan konservasi. Menurut UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAE), kawasan konservasi terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu Kawasan Suaka Alam yang terdiri dari Cagar Alam dan Suaka Margasatwa, serta Kawasan Pelestarian Alam yang terdiri dari Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Penjelasan untuk masing-masing status kawasan tersebut adalah sebagai berikut:
Kawasan | Status | Keterangan |
Suaka Alam | (1) Cagar Alam | Kawasan dengan keadaan alam yang mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. |
(2) Suaka Margasatwa | Kawasan dengan ciri khas keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. | |
Pelestarian Alam | (3) Taman Nasional | Kawasan pelestarian dengan ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. |
(4) Taman Hutan Raya | Kawasan dengan tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa baik alami atau buatan, asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan untuk penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. | |
(5) Taman Wisata Alam | Kawasan yang dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. |
Sebagian besar gunung-gunung yang populer didaki di Indonesia berstatus sebagai Taman Nasional. Misalnya Taman Nasional Gede-Pangrango, Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru, dan Taman Nasional Merapi. Meskipun demikian, dalam satu kawasan yang sama dapat juga terjadi perbedaan status kawasan. Misalnya di Gunung Papandayan yang sebagian berstatus sebagai Taman Wisata Alam dan sebagian lagi sebagai Cagar Alam. Namun, beberapa waktu yang lalu status Cagar Alam Gunung Papandayan yang ditetapkan melalui SK Menteri LHK No. 25 Tahun 2018 dicabut dan diturunkan menjadi Taman Wisata Alam seluruhnya.
Semakin tinggi status kawasan seperti yang ditunjukkan nomor peringkat pada tabel di atas, maka semakin dilindungi pula kawasan tersebut semaksimal mungkin sesuai dengan kondisi alaminya tanpa atau dengan sangat minimalnya campur tangan manusia.
Sanksi Bagi Perusak Gunung
Karena gunung adalah kawasan konservasi yang harus dilestarikan, maka segala tindakan yang dapat mengakibatkan kerusakan tentunya dilarang dan dapat diberikan sanksi yang tegas. Beberapa perbuatan tersebut antara lain:
- Memetik tumbuhan yang dilindungi
Banyak pendaki yang tidak tahu bahwa Bunga Edelweiss Jawa (Alphanis javanica) yang sering ditemui di berbagai gunung di Indonesia, termasuk dalam kategori tanaman yang dilindungi sebagaimana tercantum dalam Lampiran Permen LHK No. 20 Tahun 2018 jo. Permen LHK No. 92 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Dengan demikian bunga-bunga tersebut tidak boleh dipetik sembarangan. Perbuatan terhadap jenis tumbuhan yang dilindungi, yang tidak ditujukan untuk konservasi, dapat dipidana berdasarkan Pasal 21 ayat (1) serta Pasal 40 ayat (2) UU KSDAE dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda maksimal 100 juta rupiah.
- Memburu atan membawa pulang satwa liar yang dilindungi
Selain tumbuhan, seringkali terdapat satwa yang ada di gunung, dari babi hutan, monyet, harimau, hingga burung-burung langka seperti elang. Perburuan terhadap satwa-satwa tersebut juga marak terjadi, dari yang bermotif untuk bersenang-senang hingga untuk dijual. Satwa yang ada di kawasan konservasi juga dilindungi oleh peraturan perundang-undangan. Perbuatan terhadap jenis satwa yang dilindungi, yang tidak ditujukan untuk konservasi, juga dapat dipidana berdasarkan Pasal 21 ayat (2) serta Pasal 40 ayat (2) UU KSDAE dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda maksimal 100 juta rupiah.
- Menimbulkan kebakaran hutan di gunung
Kegiatan mendaki gunung rasanya kurang lengkap apabila tidak dibarengi dengan aktivitas berkemah dan membuat api unggun. Namun, perlu diperhatikan bahwa sebagian pengelola Taman Nasional di gunung memberlakukan larangan membuat api unggun karena dikhawatirkan dapat menimbulkan kebakaran hutan dan lahan. Selain dari api unggun, kebakaran juga dapat dipicu puntung rokok yang dibuang sembarangan terutama saat cuaca kemarau. Bagi mereka yang sengaja ataupun lalai menimbulkan kebakaran hutan di gunung, dapat dipidana berdasarkan Pasal 50 ayat (3) huruf d jo. Pasal 78 ayat (3) dan (4) UU Kehutanan dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal 5 miliar rupiah.
Selain sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan nasional, juga terdapat sanksi untuk tindakan-tindakan merusak lainnya seperti vandalisme hingga membuang sampah sembarangan yang dapat dijatuhkan berdasarkan Perda maupun Peraturan dari Pengelola Taman Nasional. Sanksi yang dapat diberikan cukup beragam, dari yang sifatnya edukatif seperti perintah untuk menghapus aksi vandalisme dan membersihkan sampah, sanksi dalam bentuk denda, penahanan terhadap kartu identitas diri, hingga yang paling berat sanksi larangan mendaki gunung (blacklist) seumur hidup bagi pendaki yang melakukan pelanggaran.
Tidak dapat dipungkiri bahwa aktivitas rekrekasi yang dilakukan di gunung sangat menyenangkan. Namun, kita juga tidak boleh menutup mata terhadap pentingnya fungsi gunung dalam menyangga kehidupan, tidak hanya manusia, tapi juga tumbuhan dan satwa yang ada di dalamnya. Melalui peringatan hari gunung internasional ini, marilah kita senantiasa menjaga kelestarian gunung dengan penuh tanggung jawab. (Adri)