Kawasan karst merupakan ekosistem unik yang mempunyai peran ekologis penting di alam. Kawasan karst menjadi penjamin ketersediaan air bersih melalui danau dan sungai bawah tanahnya, berperan sebagai regulator iklim dalam bentuk reservoir karbon dalam bentuk batuan karbonat, penyimpan informasi lingkungan masa lalu, dan menjadi habitat bagi flora dan fauna unik dan bahkan endemik yang telah berevolusi sehingga dapat beradaptasi dengan kondisi karst.
Tidak hanya peran ekologisnya yang signifikan, kawasan-kawasan karst di Indonesia juga menyimpan catatan sejarah perkembangan budaya umat manusia dari ribuan tahun lalu. Karst Sangkurilang Mangkalihat di Kalimantan Timur memiliki setidaknya 37 goa prasejarah, di dalam goa prasejarah ini terdapat lukisan-lukisan tangan tertua di Asia Tenggara dan juga artefak-artefak dari zaman batu hingga zaman logam.[1] Karst Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan menyimpan situs hunian manusia purba, beberapa diantaranya adalah Gua Babi dan Gua Tengkorak.[2] Goa-goa hunian manusia purba lengkap dengan lukisan dinding purba ini juga terdapat di kawasan karst Maros-Pangkep Sulawesi Selatan.[3]
Keunggulan ekologis dan peran budayanya ini membuat kawasan-kawasan karst di Indonesia didorong untuk masuk dalam daftar Warisan Dunia UNESCO. Hingga saat ini Pemerintah Indonesia telah menominasikan kawasan karst Sangkurilang Mangkalihat dan karst Maros-Pangkep untuk menjadi Warisan Dunia UNESCO. Karst Maros-Pangkep bahkan digadang-gadang dapat menyaingi keindahan Karst Cina Selatan yang telah terlebih dahulu masuk dalam daftar Warisan Dunia UNESCO.
Namun Indonesia tidak akan dapat meyakinkan UNESCO akan komitmennya untuk menjaga karst sebagai warisan dunia jika terus membiarkan industri ekstraktif, terutama tambang, mengancam kelestarian kawasan karst. Dari sekitar 40 ribu hektar kawasan karst di Maros-Pangkep, hanya sekitar 20 ribu hektar saja yang masuk dalam perlindungan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, setengah sisanya dibagikan pada industri pertambangan batu kapur dan marmer.[4] Karst Pegunungan Meratus terancam oleh tambang batubara, setelah gugatan WALHI atas izin PT.Mantimin Coal Mining -yang sebagian wilayah kerjanya masuk dalam kawasan karst -dinyatakan tidak dapat diterima oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.[5] Kawasan Karst Sangkurilang Mangkalihat pun tak bernasib lebih baik, setelah Rencana Tata Ruang Provinsi Kalimantan Timur hanya melindungi 362.706,11 hektar sebagai kawasan bentang alam karst[6] dari 1.867.676 hektar Kawasan Ekosistem Karst Sangkurilang Mangkalihat.[7] Perlindungan yang sangat terbatas ini membuat sebagian besar Kawasan ekosistem Karst Sangkurilang Mangkalihat berada di bawah bayang-bayang tambang.[8]
Perlindungan terhadap kawasan karst tidak boleh terfragmentasi, tidak boleh hanya melindungi satu dua goa yang dianggap memiliki artefak sejarah, atau hanya melindungi sebagian ponor atau sungai bawah tanahnya. Kawasan karst harus dipandang sebagai suatu kesatuan ekosistem yang utuh, saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain, sehingga jika ingin melindunginya, harus melindungi keseluruhan ekosistem. Eksploitasi pada sebagian areal karst akan mempengaruhi karst sebagai sebuah ekosistem.
Kawasan karst pun harus diposisikan sebagai ekosistem esensial yang bernilai konservasi tinggi, sehingga dimanapun lokasi terdapatnya karst ini, ia harus selalu dilindungi. Sayangnya Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 (UU No. 5/1990) tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya tidak mengenal dan mengakomodasi perlindungan terhadap ekosistem esensial ini, sehingga kawasan karst yang tidak berada di dalam Kawasan Suaka Alam atau Kawasan Pelestarian Alam minim perlindungan. Perlindungan terhadap karst saat ini masih bertumpu pada Kementerian ESDM yang menetapkannya sebagai Cagar Geologi dimana penetapan dan pengelolaan cagar geologi itu pun tidak mengacu pada UU No. 5/1990.
Jika Pemerintah Indonesia tak serius dalam melindungi kawasan karst, baik dalam hal perbaikan peraturan perundang-undangan, kebijakan investasi yang diambil hingga penegakan hukum, maka cita-cita menjadikan kawasan karst Indonesia sebagai Warisan Dunia UNESCO yang bisa mengalahkan Karst Cina Selatan tak akan terwujud. Bisa jadi sebelum UNESCO sempat menetapkannya sebagai Warisan Dunia, kawasan ini sudah kehilangan fungsi ekologis dan nilai budaya yang dibanggakannya. (Rika)
[1] https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditpcbm/tentang-sangkulirang-mangkalihat/
[2] https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpsmpsangiran/wp-content/uploads/sites/11/2017/12/Jejak-Langkah_Page_53-54_Compressed.pdf
[3] http://www.tn-babul.org/index.php?option=com_content&view=article&id=205%3Akarst-maros-pangkep-warisan-dunia-warisan-kita&catid=49%3Aartikel&Itemid=195
[4] http://www.mongabay.co.id/2013/11/26/ekosistem-karst-sulsel-makin-terancam/ dan http://www.tn-babul.org/index.php?option=com_content&view=article&id=451:karst-lahan-subur-tambang-marmer&catid=70:berita&Itemid=1
[5] http://mediaindonesia.com/read/detail/192878-gugatan-ditolak-walhi-ajukan-banding.html
[6] Peraturan Daerah Kalimantan Timur No. 1 Tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur 2016-2036
[7] Peraturan Gubernur Kalimantan Timur no. 67 Tahun 2012 tentang Kawasan Karst Sangkurilang Mangkalihat
[8] https://www.jatam.org/2017/02/24/selamatkan-karst-indonesia-dari-tambang-dan-pabrik-semen-2/