Konservasi energi nampaknya masih merupakan anak tiri dalam pengelolaan energi di Indonesia. Selama ini, pengelolaan energi hanya berfokus pada penyediaan, pengusahaan dan pemanfaatan. Hari Konservasi Energi Sedunia, yang diperingati pada 14 Desember tiap tahunnya, seharusnya dapat dijadikan momentum oleh Pemerintah untuk refleksi betapa pentingnya isu ini.
Pentingkah Konservasi Energi?
Pada dasarnya, konservasi energi dilakukan untuk dapat melestarikan sumber daya energi yang ada di dalam negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya. Banyak pihak yang tidak terlalu menggubris pentingnya konservasi energi. Padahal, adanya konservasi energi juga merupakan usaha untuk menurunkan emisi CO2 Indonesia sebagai upaya mitigasi perubahan iklim. Bahkan, dengan menerapkan konservasi energi dapat membantu Indonesia untuk mencapai target 29% dalam pemenuhan komitmen NDC Indonesia.
Perlu disadari bahwa konservasi energi bukan tentang bagaimana kita dapat membuat sumber daya energi yang terbatas ini dapat tersedia hingga jangka waktu yang panjang, namun bagaimana kita dapat mengelola permintaan terhadap sumber daya energi yang terbatas tersebut dan memungkinkan sumber daya tersebut dapat dikelola secara berkelanjutan. Tentu, tanpa adanya konservasi energi sumber daya energi yang ada saat ini lama kelamaan akan hilang atau habis.
Tapi tidak hanya itu, konservasi energi sebenarnya juga dapat berperan untuk mengurangi potensi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Sara Hayes dan Cassandra Kubes – dalam penelitiannya di beberapa negara bagian di Amerika Serikat bertajuk “Saving Energy, Saving Lives” (2018) menemukan bahwa pengurangan konsumsi listrik sebesar 15% per tahun dapat berpengaruh terhadap penurunan PM2.5 sebanyak 11%, penurunan emisi NOx sebesar 18% dan SO2 sebesar 23% serta penurunan CO2 sebesar 14%. Hal ini dikarenakan dengan adanya konservasi energi dapat menurunkan jumlah pembangkit yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan listrik suatu negara.
Sebenarnya, Pemerintah telah menetapkan beberapa target dalam konservasi energi, diantaranya:
- Mengurangi intensitas energi sebesar 1% per tahun hingga 2025.[1] Adanya target ini untuk mengukur efisiensi penggunaan energi di sebuah negara, dengan membandingkan jumlah konsumsi energi per produk domestic bruto. Semakin rendah angka intensitas energi, semakin efisien penggunaan energi di sebuah negara;
- Mencapai elastisitas energi kurang dari 1 pada 2025.[2] Elastisitas energi juga untuk mengukur efisiensi penggunaan energi di sebuah negara, namun perbedaannya adalah dengan membandingkan laju pertumbuhan konsumsi energi dengan laju pertumbuhan ekonomi. Semakin rendah elastisitas energi, maka semakin efisien penggunaan energi di suatu negara; serta
- Mencapai penghematan energi final sebesar 17% pada 2025.
Namun, bagaimana kebijakan untuk mencapai target tersebut belum terlihat dengan jelas. Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (2018) mendetailkan bahwa potensi penghematan energi paling besar dapat diperoleh dari sektor transportasi, yakni sejumlah 362 juta SBM, yang kemudian diikuti oleh sektor industri sebesar 232 juta SBM, rumah tangga sebesar 120 juta SBM, dan komersial sebesar 42 juta SBM.[3] Oleh karena itu, seharusnya kebijakan-kebijakan ke depan perlu dirancang untuk mencapai target dari masing-masing sektor ini menjadi penting.
Pekerjaan Rumah Pemerintah Indonesia
Berdasarkan penjelasan di atas, maka terlihat bahwa perlu adanya usaha untuk melakukan konservasi energi bahkan dari tahap awal penyediaan energi hingga akhir pemanfaatan energi. Di sisi penyediaan energi, konservasi energi dapat dilakukan dengan penggunaan teknologi dan pengoperasian sistem yang efisien energi serta pemilihan sarana dan prasarana yang menggunakan energi yang efisien.[4] Dalam tahap pengusahaan dapat dilakukan dengan diversifikasi energi. Sementara itu, dalam tahap pemanfaatan dapat dilakukan dengan manajemen energi secara hemat dan efisien.[5]
Perpres No. 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) telah mendetailkan beberapa rencana kerja yang seharusnya dilaksanakan. Bahkan terdapat beberapa rencana kebijakan yang seharusnya telah terbit paling lambat pada 2019 ini. Namun sayangnya, kebijakan-kebijakan tersebut banyak yang masih belum diterbitkan. Berikut adalah perbandingannya:
No. | Rencana Program | Instansi | Status Progress pada 2019 |
1 | Penyusunan Permen Perindustrian terkait perencanaan kebutuhan dan efisiensi energi sektor industri | Kementerian Perindustrian | Belum terbit |
2 | Penyusunan Permen Perhubungan terkait peta jalan pengembangan moda transportasi untuk mendukung penyusunan peta jalan pengembangan moda transportasi berdasarkan rencana diversifikasi energi sektor transportasi | Kementerian Perhubungan | Belum terbit, meskipun sudah ada beberapa peraturan terkait yang dapat diarahkan untuk diversifikasi energi sektor transportasi seperti Perpres No. 55 No. 18 Tentang Rencana Induk Transportasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi Tahun 2018-2029. Namun, dalam perencanaan ini tidak secara langsung mengaitkan dengan isu energi. |
3 | Menerbitkan Permen Perindustrian terkait standar industri hijau untuk mendukung penyusunan standar intensitas energi | Kementerian Perindustrian | Telah terbit 6 Permenperin pada 2019 untuk standar industri hijau di 6 sektor |
4 | Menerbitkan Permen ESDM terkait tingkat efisiensi pembangkit listrik | Kementerian ESDM | Belum terbit |
5 | Menyusun Permen ESDM terkait dengan eco-building untuk penerapan desain rumah sesuai dengan standar energi efisien | Kementerian ESDM | Belum terbit, namun terkait dengan eco-building dapat mengacu ke Permen PUPR No. 92/PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau |
6 | Menyusun Permen ESDM terkait Demand Side Management untuk managemen sisi pengguna antara penyedia listrik dan pengguna listrik | Kementerian ESDM | Belum terbit |
7 | Menyusun Permen Perindustrian tentang Pemanfaatan peralatan produksi hemat energi | Kementerian Perindustrian | Belum terbit |
8 | Menyusun Permen ESDM terkait kebijakan usaha jasa konservasi energi untuk implementasi proyek efisiensi energi | Kementerian ESDM | Permen ESDM No. 39 Tahun 2017 jo. Permen ESDM No. 12 Tahun 2018 |
9 | Menyusun peraturan pemerintah yang diperuntukan untuk diversifikasi energi, diantaranya: (1) Peraturan Presiden percepatan pembangunan Energi Baru Terbarukan (2) Permen ESDM kebijakan pembelian listrik dari tenaga gasifikasi batubara (3) Permen ESDM terkait pemanfaatan batubara kualitas rendah untuk PLTU Mulut Tambang, gasifikasi batubara, dan batubara tercairkan | Kementerian ESDM | Untuk nomor (1) dan (2) belum terbit. Untuk nomor (3) ada Permen ESDM No. 19 Tahun 2017 namun tidak mengatur terkait gasifiasi batubara dan batubara tercairkan |
10 | Menyusun Instruksi Presiden untuk percepatan subsitusi BBM dengan gas sektor transportasi | Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Daerah | Belum terbit |
Dari tabel di atas, dapat terlihat bahwa untuk mencapai target konservasi energi nampaknya masih menemui jalan panjang dan Pemerintah masih memiliki berbagai pekerjaan rumah untuk menerbitkan berbagai kebijakan yang dapat mengakselerasi konservasi energi di Indonesia.
Namun diluar itu, nampaknya Pemerintah dapat mulai dari hal-hal kecil yang berskala individu untuk menggalakkan konservasi energi, yakni dengan melakukan sosialisasi dan edukasi hemat energi melalui media elektronik dan media sosial untuk meningkatkan kesadaran pelaku usaha dan masyarakat terhadap hemat energi. Masyarakat nampaknya masih belum tersosialisasikan tentang bagaimana pentingnya konservasi energi dan kaitannya dengan lingkungan hidup. Tentu, tindakan hemat energi ini terlihat seperti tindakan berskala kecil, namun apabila dilakukan secara masif tentu dapat berdampak besar. “Spare a watt; save a lot”!
[1] Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, ps. 9.
[2] Ibid.
[3] Direktorat Konservasi Energi, Kementerian ESDM, “Data dan Informasi Konservasi Energi 2018”, (Jakarta; ESDM, 2018), hlm. 14.
[4] Peraturan Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi, ps. 10
[5] Ibid., ps. 12