Jumat 28 Oktober 2022, ICEL mengadakan Diskusi Publik yang berjudul “Gender Impact Assessment: Pengarusutamaan Gender dalam Penyusunan dan Penilaian Amdal.” Diskusi ini diadakan dengan tujuan mengarusutamakan langkah advokasi ICEL untuk mengintegrasikan aspek analisis gender dalam penyusunan dan penilaian Amdal. Diskusi Publik ini dimulai dengan sambutan pembukan dari Direktur Eksekutif ICEL, yakni Bapak Raynaldo G. Sembiring. Raynaldo G. Sembiring menyatakan bahwa alam dan perempuan merupakan dua kelompok yang tidak diuntungkan dari adanya pembangunan. Maka dari itu, Gender Impact Assessment adalah sebuah alat yang dicanangkan oleh ICEL untuk dapat digunakan untuk menanggulangi dampak yang dirasakan perempuan dalam berbagai instrumen, harapannya tidak hanya Amdal.
Kemudian, kegiatan dilanjutkan dengan sambutan oleh Ridwan, S.Hut, M.Sc yang merupakan Program Officer di The Asia Foundation. Beliau mengutarakan rasa terima kasih kepada penyelenggara, narasumber, serta peserta diskusi atas berjalannya acara webinar ini. Beliau menjelaskan bahwa pembahasan pengambilan keputusan lingkungan berdasarkan asesmen gender masih belum optimal. Terlepas dari itu, secara umum, penyusunan Amdal itu sendiri masih diliputi banyak permasalahan, di antaranya ialah banyak Amdal yang tidak terdokumentasi, proses analisis terhadap berbagai pihak belum dianalisis dengan komprehensif.
Setelah sambutan disampaikan, acara dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh narasumber pertama yakni Dr. Ir. Apik Karyana, M.Sc yang merupakan Kepala Biro Perencanaan dan Koordinator Pokja Koordinator Pokja Pengarusutamaan Gender KLHK, yang bergabung melalui Zoom. Beliau menjelaskan bahwa pengarusutamaan gender dalam sektor lingkungan hidup merupakan mandat dari pemerintah. Dalam upaya pengarusutamaan gender, pihak-pihak seperti perempuan, laki-laki, dan anak-anak serta kelompok marginal lainnya setara dalam segala kebijakan, program dan kegiatan KLHK. Beliau juga memberikan penegasan bahwa perempuan dan anak-anak menjadi salah satu kelompok yang paling terdampak dari adanya kerusakan lingkungan tersebut. Maka dari itu, hingga saat ini KLHK sudah berkomitmen untuk berupaya mengarusutamakan gender dengan melakukan beberapa program, seperti penghargaan untuk masyarakat yang mendorong pengarusutamaan gender dalam penyelenggaraan kehutanan di Indonesia, Festival Gender, 1000 Gender Champions, Leadership Summit, dan Sistem Pembelajaran Gender yang berbentuk Platform Edukasi Gender dari KLHK.
Pemaparan materi selanjutnya disampaikan oleh Farid Mohammad S.T., M.Env yang merupakan Kasubdit Pengembangan Sistem Kajian Dampak Lingkungan, Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan KLHK. Beliau menyampaikan bahwa Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PP 22/2021), merupakan generasi baru pengaturan Amdal. Proses pelibatan masyarakat sudah ada sejak tonggak awal terbentuknya Amdal dan menjadi aspek yang esensial dalam penyusunan Amdal. Adapun kemudian, Persetujuan lingkungan adalah jantung proses perizinan di Indonesia, karena tanpanya, usaha tidak bisa dilaksanakan. Kemudian, beliau menjelaskan bahwa keterkaitan antara Amdal dengan pengarusutamaan gender ialah pada proses saran pendapat tanggapan via website, komposisi perempuan dan laki-laki bisa dipetakan karena data tersebut terbaca.
Selanjutnya, materi berikutnya yang dipaparkan ialah terkait Gender Impact Assessment tool yang sedang disusun dan disempurnakan oleh ICEL. Materi ini disampaikan oleh Grita Anindarini selaku Deputi Direktur ICEL dan Prilia Kartika selaku Peneliti ICEL, sebagai Tim Penyusun tool ini. Menurut Grita Anindarini, selama advokasi Amdal yang difasilitasi ICEL di lapangan, ditemukan dampak terhadap perempuan dan kelompok rentan lainnya dari suatu usaha/kegiatan semakin memburuk. Seharusnya izin lingkungan seperti Amdal, dapat menjadi instrumen untuk mencegah hal-hal tersebut terjadi. Namun sayangnya, selama ini permasalahan gender dalam proses penyusunan Amdal tidak muncul sebagai diskursus. Maka dari itu, penting untuk melibatkan kelompok rentan secara komprehensif agar bisa mengakomodasi kebutuhan mereka dan mengontrol dampak yang mereka alami. Selanjutnya, ICEL menjelaskan bahwa tool ini dirancang untuk digunakan oleh Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan, pemerintah utamanya tim uji kelayakan, serta masyarakat. Selain itu, Grita Anindarini memberikan penegasan pula bahwa Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup perlu melibatkan ahli gender dan instansi bidang pemberdayaan anak dan perempuan sebagai anggota agar pengambilan keputusan terhadap dokumen Amdal memiliki perspektif
Dalam materi yang sama, selanjutnya Prilia Kartika Apsari menjelaskan bahwa dalam rezim undang-undang sebelum Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup belum mencakup muatan gender. Pengarusutamaan gender menjadi penting dalam sektor lingkungan hidup karena pola pikir dan budaya yang patriarkis telah meletakkan perempuan dalam posisi yang sangat dirugikan dalam konteks pembangunan, seperti dalam hal rendahnya partisipasi perempuan, penghilangan identitas budaya, dan kerentanan perempuan dalam hal kesehatan, keselamatan, dan kekerasan berbasis gender. Kemudian, Prilia Kartika menjelaskan bahwa terdapat 4 aspek utama yang menjadi muatan utama dalam tool ini, yakni Akses, Partisipasi, Kontrol, dan Manfaat yang merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 31 Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dalam Bidang Lingkungan Hidup.
Silakan saksikan kembali webinar Gender Impact Assessment: Pengarusutamaan Gender dalam Penyusunan dan Penilaian Amdal.
Materi presentasi dapat diunduh di sini.