Adelaide, 10-13 Maret 2020.  Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL) mendapatkan kesempatan untuk mengikuti konferensi internasional dengan tema “Environmental Collaboration: Shaping the future of regulation, compliance and enforcement together” yang diselenggarakan dua organisasi jejaring internasional yaitu AELERT dan INECE. Dalam Konferensi tersebut, Isna Fatimah mendapatkan kesempatan untuk mewakili ICEL dengan dukungan dari Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia.

Konferensi ini memiliki fokus utama yakni berbagi kisah sukses dan membahas masalah terkait pengaturan bidang lingkungan hidup antara para pembuat aturan, penegak hukum, dan praktisi terkait lainnya di seluruh dunia. Konferensi yang terdiri dari puluhan panel ini didominasi oleh pemrasaran dan peserta dari Australia dan Amerika Serikat. Topik besar yang dibahas dalam konferensi ini dapat dirangkum menjadi tiga, yaitu tentang (1) tujuan penaatan, (2) inovasi dalam mendesain aturan untuk berbagai aspek lingkungan hidup dan bagaimana menerapkannya, serta (3) pembelajaran dari praktik penaatan terhadap pelaku usaha.

Pembelajaran penting yang didapat dari konferensi ini adalah bagaimana kelengkapan data, integritas praktisi serta strategi penaatan penting dalam memastikan kegiatan usaha tidak melanggar aturan. Aturan juga perlu didesain secara strategis dengan mengedepankan kebutuhan untuk mencapai tujuan utama dari pengawasan dan penegakan hukum, yakni untuk menjaga dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup. Beberapa materi konferensi dapat diakses melalui tautan https://vimeo.com/aelert.[1]

Konferensi ini juga menyosialisasikan beberapa instrumen yang dapat digunakan sebagai rujukan/contoh oleh institusi pengatur dan penegak hukum lingkungan hidup di dunia, antara lain: (1) pedoman inspeksi lapangan yang dikembangkan US Environmental Protection Agency; (2) AELERT regulatory officer capability framework; (3) The AELERT modern regulator improvement tool; dan (4) Pedoman ‘undertakings’ (perjanjian antara regulator dengan pelanggar aturan untuk melakukan tindakan tertentu) yang dibuat oleh Environmental Protection Agency di negara bagian New South Wales, Australia. Akan tetapi, dalam melihat pedoman-pedoman tersebut tentunya perlu mengutamakan kesesuaiannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara masing-masing.

Dalam konferensi ini juga diselenggarakan malam penghargaan bagi individu yang dianggap memiliki kontribusi penting dalam penguatan penegakan aturan (regulatory enforcement). Diantara penerima penghargaan adalah Neil Gunningham dan Darren Sinclair sebagai penggagas teori ‘smart regulation’. Smart Regulation adalah sebuah teori yang memberikan perspektif bahwa desain pengaturan lingkungan hidup perlu mengombinasikan berbagai pendekatan penaatan. Pemilihan pendekatan penaatan ini disesuaikan dengan perilaku dari pihak yang diatur.

Diantara pilihan pendekatan penaatan antara lain penegakan hukum (skema Atur dan Awasi/command and control), pendidikan, naming and shaming, dan instrumen ekonomi. Tujuan utama dari penaatan adalah kualitas lingkungan hidup yang lebih baik. Kedua penulis ini menyarankan institusi yang menegakkan peraturan lingkungan hidup untuk tanggap dan cermat dalam memilih pendekatan penaatan sesuai dengan apa yang paling mendorong pelaku usaha untuk patuh (dengan catatan setiap jenis usaha mungkin memerlukan strategi yang berbeda-beda).  Penerima penghargaan lain adalah para penegak hukum di Australia dan Inggris yang dianggap sukses dalam menerapkan upaya penaatan dan/atau berinovasi dan berhasil dalam mengintrodusir metode penaatan untuk jenis usaha tertentu.

AELERT dan INECE Sebagai penyelenggara konferensi mengharapkan partisipasi aktif dari para peserta dan tersebarluaskannya pengetahuan hasil saling belajar (peer-learning) yang dilakukan di dalam konferensi tersebut. Perwakilan penyelenggara berharap agar pembelajaran dari kegagalan-kegagalan pengaturan dan upaya penaatan yang dilakukan negara-negara maju tidak perlu terulang di negara berkembang. Selain itu, seluruh peserta konferensi berharap proses saling belajar ini terus berlanjut dengan atau tanpa pertemuan rutin, antara lain melalui produk-produk pengetahuan yang bisa diakses dalam jaringan.

Selain tentang substansinya yang penting, hal unik yang ditemui dalam konferensi ini adalah adanya sesi khusus sambutan dan ritual yang dilakukan oleh pemimpin adat setempat. Dalam konferensi ini, pimpinan adatnya akrab dipanggil Uncle Moogy (Paman Moogy). Paman Moogy, mewakili tetua dari Ngarrindjeri/Kaurna, menjelaskan bagaimana masyarakat adatnya secara turun temurun, bersama masyarakat adat dari wilayah lain di Australia senantiasa menjaga lingkungan hidup tidak hanya untuk kebutuhan masyarakat tapi untuk kepentingan lingkungan itu sendiri.

Sebelum memulai konferensi, para pembicara asal Australia selalu menyampaikan penghormatannya kepada masyarakat adat setempat. Kalimat yang disampaikan kurang lebih jika diartikan menjadi:

“Kami menghormati (menyebut nama masyarakat adat setempat) sebagai pengampu wilayah di mana kita melakukan pekerjaan dan berkehidupan. Kami menghormati para tetua dan pemimpin yang telah menjaga keberlanjutan wilayah ini di masa lalu, saat ini dan yang akan datang”.
(Isna)

[1] Di Indonesia dapat diakses menggunakan VPN.